Minggu, 14 November 2010

Sudah Terlalu Lama Diambangkan

Batam di bangun sebagai kawasan industri sejak tahun 1992, investor diundang masuk ke Batam dengan iming- iming fasilitas kawasan perdagangan bebas. setelah pernah tumbuh mengesankan, kawasan itu dilanda kelesuan. Batam pun kembali dijanjikan menjadi kawasan ekonomi Khusus, tetapi tarik ulur kebijakan tetap alot.
Pebisnis di Batam merasa mendapat " angin surga" ketika pemerintah indonesia dan pemerintah singapura menandatangani persetujuan kerangka kerja sama ekonomi, 22 juni 2006. kerangka kerja sama ekonomi itu dimaksudkan untuk meningkatkan investasi indonesia, khususnya di Batam, Bintan, dan Karimun.
Sejak saat itu, pemerintah daerah dan pengusaha di Batam penuh harapan menantikan diterbitkannya payung hukum perjanjian kerjasama itu. payung hukum itu diperlukan agar kebijakan investasi di Batam dapat di implementasikan secara konkret. Akan tetapi, baru setahun kemudian, pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang- undang (perpu) No.1/2007 tentang perubahan atas UU No. 36/2000 tentang penetapan perpu No. 1/2000 tentang kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas. perpu ini ditetapkan 4 juni 2007.
ketentuan UU No. 36/2000 yang di ubah dengan perpu ini adalah ketetapan bahwa kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas alias kawasan ekonomi khusus (KEK) dapat dibentuk cukup dengan peraturan pemerintah (PP), bukan dengan UU seperti ketentuan sebelumnya. Berikutnya, daerah mana yang di tetapkan sebagai KEK akan ditetapkan dengan PP terpisah.
Sampai saat ini belum jelas sampai kapan PP penetapan batam, bintan, dan karimun akan dirampungkan pemerintah. Muatan substansi PP itu pun belum kelar di perdebatkan.
salah satu isu utama adalah KEK itu mesti ditetapkan berupa enklave (dibatasi secara fisik pada area-area tertentu bukan seluruh pulau) bisa secara menyeluruh di suatu pulau, bahkan kepulauan.
Sekretaris Tim Kawasan Ekonomi Khusu(KEKI) di indonesia Bambang Susanto menegaskan, standar internasional kawasan perdagangan bebas bukanlah kawasan penduduk. Dengan begitu, konsumsi barang impor nonindustri mudah di kendalikan dan tidak "disubsidi" pembebasan pajak.
Beragam pertimbangan lain membuat tim ini sejak awal menentukan desain ideal KEK adalah enklave. penetapan suatu pulau, apalagi kepulauan seperti Batam seluruhnya, sebagai kawasan perdagangan bebas di nilai akan beresiko. Pertama, praktik penyelundupan amat rawan terjadi jika seluruh pulau merupakan kawasan perdagangan bebas. pengawasan pintu keluar masuk sulit dilakukan, sedangkan barang impor bebas dari bea masuk, pajak pertambahan nilai (PPN), dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).
Pembagian kewenangan antara pemerintah daerah dan pengelola kawasan juga menjadi tumpang tindih, pengendalian penataan ruang lebih sulit dilakukan. sementara arus migrasi nonindustri pun meningkat demi fasilitas" konsumsi bersubsidi" itu. Akibatnya, terjadi tekanan pada daya dukung lahan, sarana, dan prasarana.
"Masalahnya, Batam sudah menjadi kawasan perdagangan bebas sejak 1990. kegiatan konsumsi dan industri untuk keperluan ekspor pun suda tercampur, "kata kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal(BKPM) M lutfi yang juga memimpin Tim KEKI.
Meskipun PP penetapan Batam sebagai KEK belum diterbitkan, lutfi menegaskan, Pulau Batam, Rempang, Galang, dan tiga pulau kecil lain sekitar Batam akan menjadikan kawasan perdagangan bebas.
"selain kawasan Batam dengan pengecualian kondisinya itu, KEK di kawasan lain akan dibangun dengan sistem enklave karena kawasan perdagangan bebas disyaratkan tidak berpenduduk, " ujar lutfi.
Masalahnya, bagaimana jika daerah lain, seperti Bangka, Madura, Bali dan Ambon yang juga merupakan kepulauan, meminta diberlakukan KEK bermodel KEK bermodel seperti Batam?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar