Demokrasi Indonesia

Ada yang menarik dari pernyataan mantan wakil presiden Jusuf Kalla ketika berkunjung ke China pada awal Juni demokratisasi, desentralisasi dan kebebasan pers tak bisa di tarik kembali.Persoalannya, bagaimana membuat ketiga hal tersebut bekerja efektif bagi perbaikan kehidupan bangsa. Pernyataan Kalla, lebih kurang, sejalan dengan pesan kunci Fareed Zakaria dalam bukunya The Future of Freedom,LIberal Democracy at Home and Abroad mengenai tanda tangan abad ke - 21:membuat demokrasi yang aman bagi dunia. Ini terkait realitas banyak negara dimana, alih - alih memperbaiki kesejahteraan,demokrasi justru membuat perekonomian dan kehidupan sosial- politik kian terpuruk.Situasinya berlainan di bandingkan tantangan abad 20 yang pernah di sampaikan Woodrow Wilson: membuat dunia aman bagi demokrasi. Bagi bangsa indonesia dengan persoalan kemiskinan kompleks, prioritasnya adalah membangun demokrasi yang aman dan bermanfaat bagi kaum miskin. Mengapa pemerintah yang di pilih langsung baik di tingkat nasional maupun di daerah gagal memberikan manfaat bagi kaum miskin, paling tidak berdasarkan pertambahan kaum miskin tahun 2005 - 2006 dari 35,1 juta menjadi 39,05 juta?

POLITIK DAN KEMISKINAN

Banyak teori yang percaya bahwa tekanan politik dan kebebasan pers dalam demokrasi bermanfaat bagi pengatasan kaum miskin, di antaranya Amartya sen (1999). Beberapa teori juga meyakini demokrasi memperkuat akuntabilitas dan transparansi tata kelola pemerintah, dan selanjutnya akan berpaedah dalam perang terhadap kemiskinan. Berbagai teori tersebut, sejauh ini, tidak menemukan implementasi memadai dalam praktik demokrasi indonesia pascareformasi tahun 1998. Dalam The Future of Freedom, Fared Zakaria menyampaikan gagasan penting: tekanan politik dalam demokrasi justru kerap menyebabkan gagalnya kebijakan pemerintah.Alih - alih menjadi pemicu solusi , dia merupakan persoalan. Konteks Indonesia saat ini, demokrasi yang semakin "terdegulasi" menciptakan potensi lahirnya kebijakan yang mengabaikan kaum miskin.Penyebab utamanya, tekanan politik dalam demokrasi bukan merupakan sesuatu yang "tulus" untuk kepentingan publik atau netral. Dia merupakan representasi kepentingan kelompok atau instrument elite politik untuk mendelegitimasi lawan politik yang sedang menjadi pemerintah. Dalam proses interaksi tersebut, kepentingan kaum miskin tereksklusi walaupun kerap dijadikan selubung isu sebenarnya.

Untuk kasus indonesia sekaran, persoalannya semakin rumit dengan lemahnya posisi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono = Budiono vis a vis kekuatan politik, kepentingan bisnis, dan negara= negara asing. Hal serupa di alami para kepala daerah. Konsekuensinya, aneka kepentingan kelompol elite dan agenda jangka pendek dengan mudah menginterupsi rencana- rencana jangka menengah dan panjang pemerintah. Energi pemerintah juga terkuras untuk bernegoisasi dengan elite dan memuaskan publik dengan program- program yang eyecacthing dan " tebar pesona " tetapi tidak menyelesaikan masalahnya secar fundamental. selain itu, pembuatan suatu kebijakan memerlukan waktu lebih lama dengan ongkos politik lebih mahal.

MENGAWAL DEMOKRASI

Seperti yang dikatakan JK di China, demokratisasi merupakan hal yang given bagi bangsa indonesia.Lagi pula,demokrasi bukan cuma alat untuk meningkatkan kesejahteraan, tetapi juga hak dasar warga negara. yang penting di koreksi adalah pemahaman keliru bahwa:

1.Demokrasi akan memperbaiki segalanya secara otomatis,termasuk usaha mengatasi

kemiskinan.

2.Perbaikan demokrasi adalah perluasan atau "deregulasi" demokrasi lebih lanjut.

Kebutuhan mendesak saat ini adalah sistem dan peraturan undan- undang yang "mengisolasi " dan membuat jarak kebijakan utama dan jangka panjang dari kepentingan politik jangka pendek.Kebijakan pemberantasan kemiskinan, misalnya, dapat dirancang dan diimplementasikan dalam sebuah " Kebijakan pembangunan pertanian dan pedesaan yang terintegrasi " karena sekitar 80 persen kaum miskin tinggal di pedesaan.Faktanya, kebijakan besar seperti ini mustahil berjalan dalam tarik menarik.

Kekuatan politik seperti saat ini. jalan keluarnya, DPR bersama Presiden dapat menyusun undang= undang mengenai" kebijakan pembangunan pertanian dan pedesaan yang terintegrasi" ini beserta sebuah lembaga pelaksananya yang independen, mirip seperti Federal Reserve dan MA di AS. Menyerahkan persoalan ini kepada institusi yang terkait kepentingan dan godaan politik merupakan kekeliruan besar karena hanya akan memproduksi kebiajakan populis yang tidak menyelesaikan masalah sebenarnya. DPR berhak menolak atau menerima usulah kebijakan lembaga tersebut, tetapi tidak berhak mengamandemennya. Banyak hal lagi yang mesti didiskusikan mengenai bagaimana supaya demokrasi bekerja efektif dalam megatasi kemiskinan.Tidak hanya berdasarkan kepedulian terhadap nasib kaum miskin, tetapi juga demi masa depan demokrasi itu sendiri.

yassir rangkuti.

HAK WARGA NEGARA VS "KEMISKINAN"

Oleh : Yassir Rangkuti

“Rumah” Dewi dengan keempat anaknya adalah sebuah ruangan yang berukuran 1,5 meter x 3 meter, serta beralas dan berdinding kayu bekas. Tinggi ruangan itu sekitar 150 sentimeter. Pemandangannya langsung ke sungai ciliwung yang airnya mengalir deras berwarna cokelat tua.

Dua pertiga dari ruangan itu di sangga kontruksi bambu yang menjorok ke sungai .”waktu banjir besar, airnya sampai ke atap,” kata Dewi.”semuanya di tinggal waktu ngungsi,”lanjutnya.

“Rumah “ yang di sewa Rp 150.000 perbulan sejak tahun yang lalu itu berhadapan dengan ruangan lain yang berukuran lebih kurang sama, di pisahkan yang lorong yang lebarnya tak lebih dari setengah meter persegi.

Untuk mencapainya harus melewati lorong yang panjang, di terangi cahaya yang datang dari mulut lorong yang terbuka langsung ke sungai. Rumah Dewi berada di lantai atas, di hubungkan dengan tangga kayu dengan kemiringan hampir 90 derajat.

Di bawah tangga itu Dewi melakukan pekerjaannya, mencuci baju tetangganya yang kondisi ekonominya juga subsisten. Penghasilannya sekitar Rp 15.000 per hari, ia dan keempat anaknya meninggalkan rumah mereka 3,5 tahun yang lalu ketika suaminya, seorang sopir bajai, yang kemudian bekerja di pabrik setelah menikah lagi.

DIREDUKSI

Kemiskinan mewajah pada ratusan keluarga yang bermukim di bantaran kali di daerah Bukit Duri, meski dalam banyak hal pengalaman perempuan seperti Dewi memperlihatkan wajah kemiskinan yang lebih luas. Menurut survei Sanggar Akar, lebih dari 65 persen penduduk di wilayah itu memiliki kartu tanda penduduk (KTP) jakarta. 32,97 persen sisanya belum memiliki KTP karena faktor usia.

Para ahli mendefenisikan kemiskinan sebagai ketiadaan akses – akses pada bagian yang vital dalam hidup. Kemiskinan absolut berarti tak punya akses kepada sumber daya yang menopang hidup, seperti , air bersih, tanah, rumah yang layak, benih bagi petani, makanan bergizi, pendidikan, pelayanan kesehatan, dan lingkungan yang sehat.